Selasa, 02 Oktober 2018

ZERO WASTE, Sebuah Aksi Heroik untuk Lingkungan dan Bisa Jadi Perekonomian dalam Negeri


Punya sedotan stainless yang lagi hits itu? Atau, sudah bawa tas belanja sendiri ke mana-mana? Jika kamu menjawab ‘sudah’ untuk kedua pertanyaan barusan, SELAMAT! Kamu resmi tergabung dalam geng ZERO WASTE milenial yang entah siapa yang membentuk dan sejak kapan dibentuk. Pokoknya SELAMAT. Sebab kamu—dan saya juga—sudah turut berperan serta dalam menyelamatkan planet ini secara umum, dan bisa jadi perekonomian Indonesia secara khusus. Asik.

Tapi tunggu, apa itu zero waste?

Secara harfiah, zero waste bisa diartikan tanpa limbah atau tanpa sampah. Tapi tentu realitasnya tidak benar-benar zero. Sebab hidup tanpa nyampah sama artinya seperti sop ayam tanpa ayam. Bukan sop ayam tapi sop aja. Errrr... Sebaik-baiknya kita hidup, sebijak-bijaknya kita berusaha untuk menolak nyampah, akan selalu ada sampah yang terlahir dari siklus kehidupan kita ini. Jadi enggak mungkin nol sampah. Zero waste sebenarnya adalah sebuah konsep yang kemudian menjadi sebuah gerakan untuk mengurangi dan mengelola sampah. Mereka yang menyebut diri sebagai pejuang zero waste selalu mengedepankan konsep reduce, reuse, dan recycle. Mengurangi membeli dan mengkonsumsi produk kemasan yang sulit didaur ulang, menggunakan atau memanfaatkan kembali produk atau kemasan bekas, dan mendaur ulang sampah menjadi produk baru yang bernilai ekonomi.

Ada beberapa konsep paling umum tentang pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di beberapa negara dan daerah yang wajib kita tahu, geng.



Yang pertama adalah hierarki sampah. Hierarki sampah ini seperti konsep zero waste yaitu mengelola sampah dengan cara mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang. Tujuan hierarki ini adalah mengambil keuntungan secara maksimal produk-produk praktis dan meminimalisasi limbah.

Menurut saya pribadi sih, konsep ini paling efektif dalam menangani persoalan sampah yang seakan tiada akhir ini. Coba bayangkan kalau tiap orang punya kesadaran untuk mengurangi sampahnya dengan bawa tas belanja sendiri ke mana-mana. Jajan bawa tempat makan sendiri. Beli sayur mayur dan bahan makanan lokal. Kalau yang cewek ya pakai menstrual pad atau menstrual cup ketika datang bulan alih-alih menggunakan pembalut sekali pakai. Mulai memilah-milah sampah. Bagus lagi bisa memanfaatkan sampah di rumah menjadi something. Satu dikali sepuluh ribu orang aja dulu, pasti efeknya lumayan tuh buat lingkungan. Ingat geng, anak cucu kita kelak punya hak yang sama seperti kita untuk bebas berenang-renang gemes sama lumba-lumba di lautan, lihat terumbu karang yang cantik dan lihat nemo atau dori yang unyu-unyu. Masa iya, cuman dikasi lihat di film aja, kan sedih. Hiks.

Nah, konsep yang kedua ini merupakan tanggung jawab si produsen yang menghasilkan sampah. Konsep ini disebut sebagai perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah (Extended Producer Responsibility). Jadi konsep ini adalah suatu strategi yang dirancang agar produsen memiliki tanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan yang dibawa ke pasar, sebab harga produk yang sudah ditetapkan di pasar—yang kemudian kita bayarkan untuk membeli sebuah produk—sudah mencakup seluruh siklus hidup produk tersebut. Artinya, perusahaan juga bertanggung jawab terhadap produk di akhir masa penggunaannya alias mereka sebenarnya punya tanggung jawab terhadap sampah hasil produk mereka. Nahlo, baru tahu ya?  

Ketiga, konsep pengotor yang membayar. Maksud dari konsep ini adalah pencemar membayar dampak dari aktivitasnya yang mencemari lingkungan. Konsep ini merujuk kepada para penghasil sampah untuk membayar sesuai dengan jenis dan volume sampah yang dibuang.
Tiga konsep pengelolaan sampah di atas ini ternyata kalau dilakukan enggak cuma punya efek besar untuk menyelamatkan lingkungan lho geng, tapi juga perekonomian kita. Lha kok enggak percaya. Coba semisal kita mulai mengurangi konsumsi produk dari perusahaan besar A, B, dan C yang dari luar sono noh dan beralih menggunakan produk lokal, pakai sabun mandi produksi ibu-ibu PKK kampung Z misalnya. Atau mulai memilah sampah, terus mengumpulkannya dan dikirim ke bank sampah terdekat untuk didaur ulang menjadi produk baru apa enggak tav sovl? Yang jelas, gerakan atau perilaku mengelola sampah sekecil apa pun yang sudah kalian dan saya lakukan pasti akan punya dampak positif untuk kita semua. Mbok percaya to.. Anggap saja ini gotong royong untuk menyediakan tempat terbaik untuk anak cucu kita kelak. Ciee..

Rabu, 12 September 2018

Wanita yang Ramah Lingkungan


Wanita, atau secara khusus ibu, adalah agen perubahan yang saya rasa perlu untuk bersikap idealis dan protektif. Begini, kita ambil satu contoh aja yang gampang, yaitu saya. Hehe. Sebagai ibu yang baru memiliki satu anak dan alhamdulillah satu suami­­—yang kadang nyebelin tapi banyak ngangeninnya—, saya punya tekad memberi ASI eksklusif untuk anak saya, memberikannya MPasi (Makanan Pendamping ASI) yang bergizi setelah 6 bulan, serta mendampinginya selalu sampai ia bisa berbicara dan ditinggal dengan orang selain keluarganya. Sebab asupan yang bergizi dan peran ibu di usia emas anak sangatlah penting untuk tumbuh kembangnya. Anak adalah penerus bangsa, jadi saya ingin membekalinya yang terbaik. Tekad itu telah saya wujudkan. Meski terseok-seok dan sempat jatuh bangun, tugas pertama saya sebagai seorang ibu bisa dibilang tunai sudah. Tapi enggak sampai di situ lho. Karena ternyata masih ada banyak sekali tugas. Bukan, bukan tugas yang lain sebagai seorang ibu apalagi istri, hadeh, ngapain juga coba bahas tugas istri di sini. Mending di rumah, sama suami, sambil ehem, ngeteh bareng misalnya.

Tugas berikutnya sebagai agen perubahan adalah mengubah perilaku. Perilaku apa? Perilaku yang bisa berdampak buruk buat tempat tinggal anak cucu kita kelak. Belakangan saya mulai sedih karena melihat banyak sekali berita tentang pencemaran lingkungan. Tentang banyak sampah yang belum bisa dikelola dengan baik sehingga punya dampak buruk bagi ekosistem. Buibu, inilah momen kita untuk bergerak. Sebab selidik punya selidik kita punya andil besar dalam timbunan sampah plastik, pembalut sekali pakai, dan minyak jelantah lho! Enggak percaya? Nih… nih… tak critani

Waktu itu, suatu hari saya berbelanja. Seperti biasa belanja bahan untuk dimasak, atau kalau pas lagi malas masak ya beli lauk matang. Gausa julid dulu, ibu rumah tangga kan juga manusia, ada malesnya juga. Saya lihat banyak ibu lain juga melalukan hal yang sama. Ada yang naik motor sen kanan meski belok kiri. Ada yang dasteran selutut tapi pakai kerudung. Ada juga yang naik sepeda atau naik mobil. Macam-macam lah. Tapi yang jadi pemandangan agak suram, mereka semua menenteng banyak kresek isi belanjaan. Coba bayangkan, satu ibu bawa dua tiga kantong kresek berisi belanjaan, isinya masih ada sayur atau lauk matang yang diplastikin. Belum bawang brambang, telor, minyak goreng, terigu, lombok, yang semuanya diplastikin. Itu baru satu, lha kalau semua ibu bawa kresek isi belanjaan? Kebayang kan ya berapa banyak sampah plastik yang muncul per hari? Belum sampah rumah tangga seperti kulit telur, sisa sayur, tulang belulang, atau kulit buah, dll. Udah gitu, kalau di TPA semua udah jadi satu. Iyuuuh.. Bikin pening kepala aja ngebayanginnya. Lho gimana sih, kan udah dibilang di awal kalau saya idealis. Jadi menurut saya, ada yang harus diubah dari kebiasaan kita-kita ini.

Menurut World Economic Forum (WEF), hanya 5% sampah plastik yang bisa dengan efektif didaur ulang, 40%-nya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan. Ini baru sampah plastik lho, Jeung. Kalau kalian ketik “How long it takes for some everyday items to decompose” di mesin pencari, kalian akan menemukan daftar sampah dan berapa lama sampah itu bisa membusuk. Di tabel yang saya sertakan di bawah ini, kalian bisa lihat, butuh 500-800 tahun untuk sebuah pembalut dan popok bayi sekali pakai bisa membusuk atau terurai. Di bawahnya, lebih parah lagi, ada sampah tas plastik atau kresek yang butuh 500-1000 tahun untuk terurai. Konon, jika saya, Buibu, dan semua orang tidak mengubah perilaku soal sampah ini, di tahun 2050 akan lebih banyak sampah daripada ikan di lautan.  Aduh, sik sik tak nyekeli sirah. Mumet aku.

Sumber: Google image.

Belum sampai di situ lho, Buibu. Masih ingat minyak jelantah di rumah? Yang abis buat goreng ayam, ikan, atau tempe? Meski ada yang masih pake minyak jelantah untuk menggoreng lagi, hmm… sebenarnya enggak sehat ya, tapi banyak juga yang buang minyak jelantah ke tempat cuci piring dan selokan, iya kan? Saya ya tahu, wong saya dulu juga gitu. Hahaha! Akibatnya, tercemar deh sungai dan kemudian laut, lalu kena deh ikan-ikan yang selama ini jadi salah satu sumber protein Ibu, anak ibu, serta suami Ibu. Lagi-lagi ikan tak berdosa yang kena dampaknya. Hiks. Sedih aku tu kalau gini.
Tapi tenang Jeung sekalian. Jangan panik dulu. Kalian enggak sepenuhnya salah kok. Mungkin memang kurang informasi aja ya. Makanya sebagai sesama ibu, saya bagi informasi ini. Jadi kalau kalian para ibu atau wanita tanya, “Terus kita mesti belanja pake apa dong kalau enggak pakai kresek? Terus kalau mens ditadahi apa? Minyak jelantah dibuang ke mana?” Sekali lagi, tenang, semua ada jawabnya.

Jawaban pertanyaan pertama, Buibu atau Bapak, Adik, Mas, Mbak sekalian, bisa mengganti tas kresek dengan tas belanja kain atau tas belanja bahan apa saja senyamannya yang kalian punya. Bagusnya sih yang praktis ya, agar kalian bisa bisa bawa ke mana pun kalian pergi. Jadi semisal ketemu Kang somay di jalan dan mendadak pengen jajan, kan berhasil enggak pakai kresek. Meski masih diplastikin somaynya ya enggak papa. Pelan-pelan dulu. Kalau emang sudah bulat tekad sama sekali enggak mau pake plastik bisa ditahan dulu keinginan beli somaynya. Atau pulang dulu, ambil kotak bekel, terus balik lagi ke Kang somay, dan yaudah lah ya udah gede ini masak harus dijelasin sih.

Untuk jawaban pertanyaan kedua. Saat ini yang saya tahu ada dua produk ciamik yang bisa jadi penyelamat kalian hai para wanita. Yaitu menstrual pad dan menstrual cup. Keduanya ini punya keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kalian bisa cari tahu sendiri info seputar dua produk itu dan belinya di mana. Punya smartphone kan, Bu? Kalau enggak punya, minta beliin bapak.   
Untuk pertanyaan terakhir ini jujur saya juga baru mulai. Ada dua cara yang saya tahu untuk mengolah minyak jelantah yaitu dibuat menjadi sabun atau menjadi bahan bakar (biodiesel/bio solar). Itu juga tentu tidak semua orang bisa dan sempat dan melakukannya. Jadi kalau kalian punya minyak jelantah dan bingung mau dibuang atau mau diapakan, bisa cari infonya di akun Instagram @jelantah4change.

Perjuangan kita khususnya sebagai ibu dan wanita dewasa ini memang berat, Jeung. Tapi kalau kita punya semangat, tekad yang kuat untuk memperbaiki lingkungan, membantu menyediakan tempat terbaik untuk anak cucu kita kelak, saya yakin kita pasti bisa. Oiya, untuk info lebih lanjut soal gerakan ramah lingkungan dan #zerowaste bisa kunjungi www.sustaination.id atau akun Instagram @sustaination. Yo yo ayo, buibu bersatu tak bisa dikalahkan!

Sabtu, 25 Februari 2017

Lelaki yang Kuat dan Gagah Berani



Anakku, Kaka, waktu ibu menulis ini, esoknya kamu berusia genap 3 bulan. Kelak, ketika sudah bisa membaca, sudah mengerti bagaimana bayi bisa muncul dan terlahir, ibu akan membiarkanmu membaca cerita ini. Cerita tentang kamu. Cerita tentang bagaimana kamu hadir dan mewarnai hidup bapak dan ibu.

Nak, sebenarnya, kalau boleh jujur, bapak dan ibu tidak pernah menyangka akan memilikimu secepat ini. Khususnya ibu. Hehe. Dulu, ketika masih SMA, ibu berniat menikah di usia 28. Ibu juga tak punya bayangan akan memiliki anak. Sebab setahu ibu, berkat cerita omamu, melahirkan itu sakit sekali. Memiliki anak itu menyusahkan sekali. Selepas SMA pun, ibu merasa dunia dan bumi sudah cukup padat, semrawut, dan gila untuk ditambahi lagi populasinya. Sepertinya cukuplah sudah biar ibu dan bapak dan semua orang di sini saja sekarang yang semrawut dan merasakan kegilaan ini. Tapi ternyata jalan ceritanya berbeda. Lagi-lagi ibu cuman bisa mesem dan mbatin, Gaya banget lu Yop dulu, sok idealis.

Nyatanya, ketika ibu bertemu bapakmu dan jatuh cinta, ibu ingin cepat-cepat menikahi beliau. Hehe. Jangankan umur 28, kuliah saja belum lulus. Masih bau kencur, labil, dan embuh. Tenang Nak, pada saatnya nanti kamu akan merasakan perasaan macam ini. Agak gak logis, impulsif, tapi asyik. Jadi kamu bisa memahami posisi dan kondisi ibu waktu itu. Meski pasti sedikit berbeda, karena kamu laki-laki.

Benar saja Nak, setelah ibu dan bapak pacaran cukup lama, 5 tahun waktu itu, akhirnya kami menikah. Seperti yang ibu bilang di paragraf kedua tadi, semoga kamu masih ingat, sejujurnya kamu muncul di luar rencana, Sayang. Bukan tidak diharapkan lho ya, cuman di luar rencana. Tidak diharapkan dan di luar rencana itu sangat berbeda, jadi jangan salah paham ya. Sebagai wanita yang suka anak kecil, kadang ibu ingiiiiiin sekalii langsung bet bet bet punya anak. Tapi kan punya anak tidak segampang itu. Jadi ibu kan tidak semudah itu. Apalagi ibu masih suka haha hehe, main ke sana kemari, masih pengen mengembangkan potensi. Maaf ya, Ka, kalau alasan yang terakhir ini terdengar agak sok yes. Tapi memang begitulah adanya. Mental ibu jujur saja waktu itu masih mental krupuk, yang dicemplungin ke kuah bakso. Ting plekenyik.

Program untuk menunda memilikimu akhirnya jebol, Nak. Metode penanggalan untuk menunda kehamilan, apalagi buat tipe orang yang suka teledor macam ibu sangat tidak dianjurkan. Belajarlah dari pengalaman ibu dan bapak ya. Hehe. Akhirnya ibu positif hamil. Perasaan ibu waktu tahu akan punya kamu itu agak random. Ya sedih, ya takut, ya seneng, ya excited. Kayaknya bapakmu sih sama aja. Coba nanti kroscek sendiri ke bapak. Ibu merasa masa muda ibu sudah benar-benar usai. Oiya, ibu lupa ngasi tahu ya, waktu ibu hamil kamu, ibu berusia 26 tahun. Sebenernya gak muda-muda banget sih, tapi buat ibu itu masih kecepetan. Please jangan tersinggung lho ya, Sayang. Mengertilah.. Tapi kemudian ibu ikhlas Nak. Ibu bersyukur dan senang sekali akan memilikimu. Ibu, yang suka sekali anak kecil ini akhirnya akan punya sendiri. Rasa penasaran bagaimana rasanya punya anak, atau nanti kalau punya anak akan mirip siapa, akhirnya akan terjawab sudah. Lagi pula bapakmu kan emang sudah wayahnya punya anak. Maaf ya, Pak. Sudah diperhalus kok bahasanya. Hehe.

Awal hamil kamu? Sebentar Nak, sabar Sayang. Akan ibu ceritakan.

Lagi-lagi ibu bersyukur karena awal hamil kamu ibu gak merasakan susah yang teramat sangat. Mual iya, lemes, pusing, dan mood swing. Muntah sekali dua kali saja. Itu pun cuman di trimester awal. Dari situ ibu yakin bahwa ibu mengandung janin yang kelak mirip bapaknya. Sebab semasa hamil bapak, simbahmu sama ngebo-nya seperti ibu. Beda dengan oma yang selama hamil 3 anak (ibu, pakdhe, dan tantemu) banyak banget keluhannya.

Setelah 3 bulan hamil kamu, akhirnya ibu dan bapak pergi ke dokter kandungan yang sudah kami sepakati. Lho, kenapa baru ke dokter setelah usia kandungannya 3 bulan, Bu? Nanti ibu ceritakan langsung saja ke kamu, ya. Soalnya alasannya sedikit personal, malu kalau dibaca orang banyak. Di momen itulah ibu dan bapak pertama kalinya melihatmu, Sayang. Kamu yang bentuknya belum jelas, tapi sudah bisa diliat gerakannya. Sepulang dari periksa, ibu sempat menangkap ekspresi bapakmu yang bersinar. Tentu karna tahu bahwa kamu memang nyata ada, hidup, dan bertumbuh. Bisa dikatakan itu momen magis kita bertiga.

Anakku, Bhadrika. Ibu tidak nyidam aneh-aneh ketika mengandungmu. Pengen makan ini itu sih iya, tapi gak susah. Sebelum hamil kamu pun ibu sudah suka pengen makan ini itu. Beruntungnya bapakmu. Ibu juga masih bekerja, menggambar, jalan-jalan, pergi ke sana kemari sendiri, naik motor, nyetir mobil, bahkan sampai usia kandungan 40 minggu. Ibu tahu kamu kuat, seperti arti namamu. Oh iya, ngomong-ngomong soal nama. Lupa waktu kamu usia berapa bulan di perut, ibu dan bapak dengan mudah dan cepatnya menyiapkan dua nama. Dua nama karena kami waktu itu belum tahu jenis kelaminmu. Sebab kamu baru menunjukkan jenis kelamin di usia 7 bulan.

Ibu bilang pada bapakmu kalau ingin memberimu nama dari Bahasa Sansekerta. Dan mungkin hanya sekitar 15 menitan berselancar di internet, kami sudah dapat saja nama yang cocok untukmu. Bhadrika Nagendra. Lelaki yang kuat dan gagah berani. Karena nama itu kami rasa cukup sulit dihafal dan dieja, jadi kami panggil saja kamu dengan nama pendek: Kaka. Terdengar pendek dan cute, kan? Eh, tapi kan waktu itu ibu dan bapak bapak belum tahu kamu laki-laki ya? Jadi opsi kedua, untuk nama perempuan kami memilih nama Dira Ekanta, gadis yang tekun dan bijaksana. Meski pada akhirnya terbukti feeling kami berdua benar karena sudah memanggilmu “Kaka” bahkan jauh sebelum jenis kelaminmu ketahuan.

Sekitar setelah 40 minggu, akhirnya kamu lahir juga, Nak. Jadi jangan salah ya. Sebenarnya, para ibu normalnya mengandung selama 39-41 minggu. Jadi lebih dari 9 bulan, atau malah 10 bulan. Tapi sampai sekarang banyak sekali orang yang bikin lagu, nyebut, ngungkit bahwa wanita mengandung selama 9 bulan. Padahal lebih, dan mengandung selama itu tidaklah mudah.

Begini cerita proses kelahiranmu, Nak..

Hari Kamis, 24 November 2016 dini hari ibu mulai mengalami kontraksi yang durasinya tidak lama, dan interval satu kontraksi dengan yang lain belum terlalu dekat. Itu pun masih terasa seperti kram kram menstruasi hari pertama. Tentu kamu tidak tahu rasanya kram menstruasi hari pertama ya, kamu kan laki-laki. Intinya, kontraksi yang ibu rasakan waktu itu belum terlalu hebat. Masih biasa lah. Ibu sebenarnya sudah berharap bahwa hari itu kamu akan lahir. Sudah gak sabar pengen lihat kamu dan sudah engap dengan perut yang segede semangka. Tapi ternyata setelah beberapa lama, kontraksinya hilang.

Jumat, 25 November dini hari. Kontraksi itu muncul lagi. Seingat ibu sih waktu itu jam 1 pagi. Ibu masih sempat watsapan dengan teman ibu di grup GKI (Gunjing Klub Indonesia) yang cuman berisi 6 orang (nanti ibu kasih tahu kamu siapa saja yang ada di grup itu, hehe) sambil meringis meringis nahan sakit. Sakitnya masih sama, belum banget. Kali ini kontraksinya timbul tenggelam lebih intens, dan durasi sedikit lebih lama. Menurut beberapa instruktur yoga hamil yang ibu tonton di Youtube, ada baiknya waktu kontraksi datang lebih intens dan kuat, si ibu bisa melakukan beberapa kegiatan seperti jalan kaki, mandi air hangat, nungging nungging, atau duduk di gym ball sambil menggoyang-goyangkan panggul. Ibu melakukan yang terakhir. Dari dini hari, subuh, sampai matahari terbit kontraksi itu terus muncul dengan intens. Aduh jangan ditanya berapa menit sekali ya, ibu lupa. Yang inget cuman nyerinya. Bapakmu sudah siaga. Nunggu komando dari ibu doang untuk berangkat ke rumah sakit.

Paginya, pukul setengah 6 pagi, ibu sempat ke kamar mandi untuk memakai pembalut karena sudah mulai muncul flek. Perasaan ibu waktu itu super excited dan agak nervous. Pas balik dari kamar mandi dan mau tidur di kasur, mak pyurrr air ketuban ibu pecah begitu saja. Lumayan banyak, Nak. Segeralah ibu, bapak, dan simbahmu ke rumah sakit. Sampai di UGD dicek oleh bidan sudah sampai bukaan berapa. Pas ibu dengar ternyata belum bukaan sama sekali, mayan dongkol juga sih. Karena air ketuban ibu sudah pecah sebelum waktunya, maka ibu sudah harus berada di ruang bersalin. Kontraksi terus berjalan dan semakin hebat. Bukaan demi bukaan terjadi dengan sangaaaat lambat. Katanya sih memang begitu kalau anak pertama, walau ada juga ibu baru yang mengalami prosesnya dengan cepat.

Di minggu-minggu terakhir ibu sempat berpesan kepada bapakmu untuk melakukan beberapa hal ketika nanti ibu mengalami kontraksi hampir lahiran, seperti mengelus kepala, memijat-mijat halus punggung, mengingatkan untuk mengatur napas, dan memberikan kata-kata penyemangat. Ternyata Nak, pada praktiknya ibu justru tidak ingin disentuh sama sekali. Ibu dengan juteknya menepis tangan bapakmu yang menyentuh-nyentuh atau disodorkan untuk ibu pegangi ketika kontraksi datang dengan hebatnya. Rasanya badan sakit semua, tulang-tulang terasa ngilu hebat. Ibu tidak ingin disentuh dan tidak ingin mendengar suara apa pun. Kalau bisa malah tidak usah ada yang menjaga. Tapi tentu itu tidak mungkin, karena bagaimanapun, ibu tetap butuh pendamping untuk memberi semangat, mengingatkan ibu untuk mengatur napas, nyuapin ibu yang sama sekali gak napsu makan selama kurang lebih 18 jam kontraksi (iya, diisi makanan, yang ada malah muntah), serta ngipasin dan ngelapin keringet ibu yang sejagung-jagung. Dan itu semua bapakmu lakukan dengan telatennya (gantian dengan simbahmu juga btw). Kalau ada wanita yang lihat bapakmu di momen itu, sudah pasti akan termehek-mehek. Beberapa kali ibu bahkan dicium oleh bapakmu di depan para bidan dan dokter. Sayangnya momen romantis itu terjadi di saat genting yang semuanya terasa sama di diri ibu, sakit. Hehehe. Namanya juga lagi proses lahiran.

Memang sudah sepantasnya seorang ibu kesakitan selama proses melahirkan, karena begitulah proses alami persalinan normal. Jadi sebisa mungkin ibu bersabar, menarik napas lewat hidung dan mengembuskan lewat mulut, mendesis, menahan semua itu sampai kamu lahir. Tidak ada kata keluhan, apalagi marah-marah. Ibu berusaha untuk tetap tenang meski suasana jiwa raga tak keruan. Dicoblos 4 kali karena si bidan gak nemu pembuluh darah untuk infus pun ibu pasrah. Sekitar satu dua jam setelah bukaan 8, pukul 19.10 tepatnya akhirnya kamu lahir dengan indahnya. Rasanya nikmat sekali bisa mengeluarkanmu dari rahim ibu. Lega sekali. Awalnya tangisanmu tidak begitu lantang, tapi setelah dibersihkan oleh para bidan, kamu menangis keras sekali. Ibu harus akui, kamu bayi paling tampan yang pernah ibu lihat. Persis bapak, kata simbahmu. Tentu ibu percaya itu. Mungkin ini terdengar aneh, tapi tidak ada keharuan yang muncul ketika kamu lahir. Ibu apalagi bapakmu tidak menangis haru sama sekali. Kami malah senyam senyum girang kayak anak kecil dapat mainan baru. Sungguh momen yang jauh dari suasana melo dan mengharu biru. Apalagi ibu masih harus dapat jahitan cukup banyak usai melahirkanmu. Yes, the struggling isn’t over yet.

Ternyata menjadi orangtua baru tidaklah mudah, Nak. Banyak yang belum ibu apalagi bapakmu tahu tentang seluk beluk perbayian. Kami terlalu menyepelekan dan santai. Benar saja, bulan pertama adalah bulan pontang panting. Langsung searching tiap panik atau ada masalah baru muncul (untung sudah ada internet) dan tanya sana sini. Pontang panting deh. Dari sini kamu bisa belajar, Ka. Sebisa mungkin kamu sudah punya basic pengetahuan tentang bayi, sebelum kamu punya anak. Jangan dong dong blong kayak bapak dan ibu. Pelajari apa yang harus dan tidak boleh dilakukan usai bayi lahir. Pelajari tentang per-ASI-an (jangan salah, laki-laki juga wajib sekali tahu tentang ini). Bagaimana seharusnya merawat bayi dan menjadi suami siaga. Suami siaga berarti suami yang berpengetahuan luas, selalu ada saat dibutuhkan, rela membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, penuh pengertian dan kasih sayang.

Anakku, Bhadrika, dulu, mungkin di masa kakek kakekmu ke atas, kaum pria memang sangat jauh dari urusan ini. Maksud ibu urusan rumah tangga dan anak. Yang mereka tahu cuman terima beres. Kalau ada apa-apa perihal urusan domestik dan anak bisanya cuman nyalahin istri. Yah, seharusnya ibu tak menyamaratakan, karena bisa saja ada beberapa pria yang tidak begitu. Tapi semakin ke sini, ibu rasa, sudah banyak pria yang punya kesadaran akan kesetaraan gender. Bapakmu contohnya. Mereka tidak ragu untuk turun mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Mereka juga membiarkan istri mereka bekerja dan berkarya. Beberapa pria bahkan memilih profesi sebagai bapak rumah tangga. Ibu pikir pada masamu nanti sudah tidak ada lagi isu tentang kesetaraan gender. Yah, semoga saja.

Kaka, terima kasih sudah membaca cerita ibu yang panjang ini ya. Jadi 4 halaman kalau dalam format A4, 9 halaman format A5. Semoga cerita ibu bisa jadi bukti sejarah bahwa kehadiranmu sangat berarti buat bapak dan ibu. Ibu sangat menyukai kenangan, maka ibu mengabadikan ini.  
Anakku sayang, Bhadrika Nagendra, selamat ulang bulan yang ketiga. Ibu percaya, sesuai namamu, kamu akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan pemberani yang semoga bisa berguna untuk sesama makhluk hidup dan alam sekitar. Peluk dan cium.



Kamu usia 3 bulan kurang 1 hari

Senin, 25 Januari 2016

2016 dan 26

Terakhir kali menulis di blog ini tahun kemarin, 2015, bulan September (yah gak lama-lama amat), usia masih 25. Sekarang sudah 2016, sudah 26 tahun, dan sudah menikah! Halah pake tanda seru segala.

Jadi begini, saya sebenarnya mau cerita banyak. Tapi sayangnya kemampuan menulis dan bercerita panjang lebar yang pernah saya miliki dahulu kala, kini berangsur-angsur menghilang. Yah kita lihat aja nanti apakah tulisan ini akan berakhir singkat atau panjang. hehehe

Dimulai dari usai lebaran tahun 2015, saya lupa tanggal persisnya, pada akhirnya Ndoro datang ke rumah untuk melamar saya. Jangan bayangkan acara lamaran yang gegap gempita. Hehe. Ini mungkin model lamaran satu-satunya yang ada di dunia: dia datang hanya berdua (bersama temannya), sebenernya tujuan utama sih menjemput saya balik ke Jogja tapi yah mungkin sekalian aja ngelamar ke ortu (mungkin begitu maksud Ndoro), hanya ada mamah dan adik saya di rumah (kami masak ala kadarnya, tapi tentu tetap maknyus), lamaran berlangsung santai (kayak ketemu temen yang lama gak ketemu), usai ngobrol tentang rencana pernikahan, saya langsung menuju ke Jogja (gila kan?). Hahahaha.

Mempersiapkan segala sesuatu menjelang pernikahan tidaklah mudah. Apalagi kami dari keyakinan dan latar belakang keluarga yang berbeda. Tapi terpujilah Tuhan semesta alam, semuanya berjalan dengan lancar meski berat dan terseok-seok. Tanggal 11-12-15 akhirnya kami resmi menjadi suami istri. yihaaaa! 

Acara pernikahan kami sangat sederhana. Ijab di KUA, syukuran kecil-kecilan di rumah Ndoro di Sidoarum. Hanya ada beberapa teman dekat dan keluarga yang datang. Kami memang berniat tidak mengundang banyak orang dengan alasan males ribet. Rencana foya-foya atau pesta anak muda yang kami rancang pun tidak terlaksana karena suatu hal. Tapi yasudahlah, kami ikhlas dan legawa. Itung-itung hemat untuk kebutuhan usai pernikahan. Cie bijak banget. Hehe. Usai menikah saya sedikit pontang-panting untuk menyesuaikan diri dengan keluarga besar suami. Maklum, selama pacaran saya hanya dikenalkan Ndoro ke Ibuk dan dua adiknya saja. Selebihnya tak ado. Padahal keluarga suami dari Ibuk saja jumlahnya banyak bukan main. Itu belum yang dari almarhum ayah mertua di Lampung sana. Bisa gila kalau ketemu semua. Hmmm.. Ditambah tamu-tamu yang tak kunjung selesai berdatangan sampai beberapa hari usai pernikahan. Niatnya mau nikah dengan tenang, tetep aja enggak tenang. Hehe tapi gak papa, semuanya bisa dilalui dengan lumayan mulus. 

Kini saya tinggal bertiga dengan Ibuk dan suami tentu saja. Rumah Sidoarum ini nyaman sekali: asri, luas, rapi, dan bersih. Saya bahkan diijinkan Ibuk untuk menjadikan bangunan kecil di halaman belakang, di bawah pohon rambutan,  menjadi bengkel saya. Saya dibuatkan rak, dibuatkan penutup jendela juga oleh Ibuk. Seru deh! Bengkel saya di rumah adalah ruang kerja dan bermain saya. Di sana ada koleksi buku saya dan suami, TV, ampli, meja kerja, perkakas menggambar, dan sebagainya. Mirip kos-kosan lah pokoknya, minus kasur aja. Hehe. Saya suka menghabiskan waktu di sana untuk menggambar, bekerja, atau hanya nongkrong. 

Lalu bagaimana rasanya menikah? Hihi, untuk ukuran pengantin baru yang sudah berpacaran 5 tahun dan satu bulanan menikah, kehidupan pernikahan awal-awal bulan ini lumayan menyenangkan. Kenapa? Ya menyenangkan lah, karena akhirnya saya bisa ketemu orang yang saya sayang tiap hari. Dulu waktu pacaran (setelah saya lulus dan kerja terutama) ketemu cuman seminggu sekali dua kali karena kami sama-sama sibuk kerja. Sebagai seorang perindu jelas saya sering tersiksa. Uda kerja capek, gak dapet asupan nutrisi di luar makanan lagi. Heheu. Tapi sekarang saya puas banget bisa ketemu si doi tiap hari, selalu ada orang yang bisa diajak ngobrol bareng langsung (enggak lewat hp), bisa ndusel-ndusel, seru deh. Duh maaf ya geng, namanya juga pengantin baru. :p

Saya bersyukur banget punya suami yang ternyata setelah menikah jadi tambah super lagi. Lebih perhatian, lebih penyayang, lebih sabar, suka menolong yang lemah. :D Saya juga bersyukur punya ibu mertua yang baik dan santai banget kayak di pantai. Bahagia deh. Semoga yang baik-baik ini terus berlangsung tak terbatas dan tak terhingga di kehidupan pernikahan kami dan kita semua. Katakan 'amen', AMEEENN.


Kamis, 03 September 2015

Bisa Aja Ah

Iop: Ayo ah, makan enak
Ndoro: waiki. sabtu biasanya aku dah makan enak og.
Iop: cieee. prikitiw
Ndoro: ekekeke


fyi: Weekend adalah quality time kami berdua. Kegiatan yang biasanya kami lakukan selama weekend : Guling-gulingan, nonton film, dengerin musik, belajar bareng, bahkan malah ngerjain kerjaan masing-masing di rumah. Maklum pasangan sibuk. Hualah!
Memasak juga jadi salah satu aktivitas favorit yang kami lakukan bersama. Makanya, ya gitu deh waktu doi bilang biasa makan enak di hari Sabtu, hihiu, bisa aja ah~~~~ slepret juga ni! :>